Dokumen foto Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting (insert) dan gedung Bank Mandiri. (MOL/Penkum/LntsMdn)
MEDAN | Berkas perkara dugaan korupsi beraroma kredit fiktif mencapai Rp30 miliar lebih di Bank Mandiri Imam Bonjol disebut-sebut melibatkan PT Bintang Persada Satelit (BPSat) yang diusut penyidik Polda Sumatera Utara (Sumut), belum bergulir ke JPU pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting saat ditanya awak media, Senin (24/2/2025) mengatakan, pihaknya baru sebatas diinformasikan penyidik bahwa perkara dimaksud sudah di tahap penyidikan atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“Kita cari informasi tersebut di sistem kita, diketahui terkait hal tersebut belum ada dikirim berkas. Namun pernah ada diinformasikan telah ada.
Penyidikan terkait tersebut. Masih sebatas demikian yang ada (SPDP tertanggal 25 Juli 2024-red),” katanya lewat pesan teks WhatsApp (WA).
Secara terpisah, Plt Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Yudi Surya Pinem saat ditanya lewat pesan teks WA seputar modus operandi di bank milik negara tersebut hingga petang tadi, belum memberikan keterangan.
Pailit
Sementara dilansir Antara, Marudut Simanjuntak SH MH MBA, selaku Kurator PT BPSat mengatakan, kasus dimaksud diduga kuat bermula atas adanya pengaduan masyarakat (Dumas) ke Ditreskrimsus Polda Sumut.
"Awalnya PT BPSat telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Medan pada tanggal 1 Februari 2024, dengan Nomor 8/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2023/PN Niaga Mdn Jo Nomor: 2/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Mdn, karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya,” ujarnya.
Salah satu kreditur BPSat adalah Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan, dengan total piutang Rp82.390.540.675,63 atau atas jaminan pabrik yang terletak di Jalan Ladang Gang Perdamaian, Kelurahan Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan.
“Namun ternyata harta jaminan Susanto selaku pemilik PT BPSat di Bank Mandiri hanya senilai Rp10 miliar, sesuai hasil penjualan lelang yang dilakukan pada tanggal 12 Februari 2024,” kata Marudut.
Sedangkan pada saat lelang tersebut, sambungnya, PT BPSat sendiri sudah dinyatakan pailit, yang sesuai ketentuan UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Harta debitur tersebut menjadi hak kurator untuk menjualnya.
“Namun, Bank Mandiri melakukan pelelangan dan Paidi Lukman selaku pemenang lelang atas pabrik PT BPSat, telah menjual aset jaminan kepada pihak ketiga dengan nilai Rp17 miliar, dengan jarak hanya 2 bulan sejak membeli lelang.
Atas hal itu, dirinya selaku Kurator yang ditunjuk Pengadilan Niaga Medan mempertanyakan ada apa dengan Bank Mandiri, Paidi Lukman serta Susanto selaku Direktur PT BPSat?
Dugaan penggelapan atas harta jaminan oleh Bank Mandiri, Paidi Lukman dan Susanto diduga telah berpotensi menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp30 miliar, sebagaimana hasil penilaian dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Sumut,” jelasnya.
Kendati demikian, Marudut Simanjuntak selaku kurator tetap berjuang dalam mempertahankan hak atas harta pailit dengan telah mengajukan pembatalan lelang ke Pengadilan Niaga Medan.
“Melalui putusan Nomor: 2/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2024/PN Niaga Mdn Jo Nomor: 8 / Pdt.Sus - Pembatalan Perdamaian / 2023/PN Niaga Mdn Jo Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Mdn tertanggal 19 Juli 2024, pengadilan membatalkan lelang tersebut, namun Bank Mandiri saat ini sedang upaya kasasi,” tuturnya.
Terkait kasasi tersebut, pihaknya berharap agar hakim Mahkamah Agung dapat melihat perkara dimaksud dengan bijak, baik dan menurut hukum, untuk menolak permohonan kasasi Bank Mandiri
“Agar ada hasil penjualan lelang aset pabrik dibagi kepada hak-hak pekerja yang belum dibayar, serta utang pajak ke negara yang mencapai Rp9 miliar, sebab sesungguhnya perbuatan lelang Bank Mandiri adalah perbuatan cacat hukum,” tegas dia.
Dia juga menegaskan, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bank Mandiri, Direktorat Krimsus Polda Sumut, telah pula sedang melakukan penyidikan atas hal ini, dan ditemukan fakta-fakta fasilitas kredit PT BPSat adalah fiktif.
“Unit Tipikor Polda Sumut melalui BPK Provinsi Sumut telah menilai kerugian negara yang ditimbulkan atas pemberian fasilitas kredit ini mencapai Rp30 miliar,” ujar Marudut Simanjuntak. (ROBS)